saia, peminta-minta, dan penjual kesed.

Posted: 25 January 2010 by ranii mahardika in Labels: , ,
8

tadi sehabis makan siang di sebuah warung langganan, saia melihat dua orang. di mata saia, mereka adalah orang asing. dua orang berbeda, dengan kondisi fisik yang juga berbeda. maaph kalo saia ga sempat foto kedua orang itu, saia sendiri ga kepikiran untuk menulis ini sekarang. hehehehe.. biar saia coba gambarkan saja.

orang yang pertama, seorang perempuan, umurnya sekitar 35-40 tahunan. kulitnya coklat karena terbakar matahari. pakaiannya layak, sama sekali ga terlihat ada lubang atau robekan. di kepalanya ada sebuah topi yang, meski kusam tapi masi layak pakai. di pundaknya ada kain batik panjang yang dililitkan di badannya. mungkin kain itu digunakan untuk menyeka keringatnya. fisiknya terlihat segar dan kuat, meski saat bertemu saia tadi terlihat sedikit letih. perempuan ini berjalan ke arah warung tempat saia makan. namun ia terhenti di depan pintu saja. sejak awal melihatnya, saia suda tau siapa perempuan ini. dia bukanlah pelanggan warung. dia adalah seorang peminta-minta. saia sebut dia, pengemis. orang yang kalo bisa disebut bekerja pekerjaannya menengadahkan tangannya kepada orang lain, berharap belas kasih demi sejumlah uang. tanpa melakukan sebuah balas jasa. tanpa melakukan pekerjaan tertentu. tanpa melakukan apa-apa. hanya menelungkupkan tangan, menyodorkannya kepada orang lain, dan sedikit berkata, “Nyuwun..” jelas mereka berharap diberi. jika ga diberi, mereka tinggal berlalu. namun kadang, mereka berlalu sambil ngedumel, ngomel-ngomel, marah, bahkan sering saia jumpai yang sampai mengumpat!

heran saia dengan orang-orang seperti ini. kenapa mereka ga memilih hal lain untuk dikerjakan? mereka punya tenaga. mereka masih bisa melakukan pekerjaan lain. anggota badan mereka lengkap *kecuali untuk beberapa kasus berbeda*, bahkan mereka masi sanggup berjalan jauh menembus hari untuk melakukan “pekerjaan” mereka itu.

berbeda dengan orang kedua yang juga saia temuii. saia melihatnya begitu keluar dari warung. seorang laki-laki, saia ga bisa menerka usianya. mungkin sekitar 30 tahunan. kulitnya coklat, cenderung hitam. hitam yang juga akibat terbakar terik matahari. jika si perempuan berbadan segar dan terlihat bergitu kuat, berbeda dengan lelaki yang saia temui kemudian. saia ga ingin bilang ini, tapi saia ga nemuin istilah yang pas untuk menggambarkan si lelaki. dia susah berjalan, kedua kakinya membentuk huruf X dan lebih panjang di sisi kiri. saia pikir orang itu perot. cacat. i have no idea what to describe this, aarrghhh…! orang ini berjalan ke arah saia sambil memikul banyak keset di kanan kiri. dia terhenti di sebelah warung tempat saia makan. lelah sekali. keringatnya bercucuran, dan saia ga melihat ada kain penyeka keringat. dia menggunakan tangannya saja. dan saia tergerak untuk membeli satu buah keset kain itu.

ketika saia tanyakan harganya kepada si penjual keset itu, saia baru tau jika dia juga menderita tuna wicara. dia berusaha mengatakan, “Empat ribu..” sambil mengacungkan keempat jari tangannya. saia agak kaget begitu tau harga ssebuah keset ini. saia memang ga perna tau harga peralatan rumah tangga. ga pernah mau tau, tepatnya! jadi awalnya saia pikir harga keset itu akan menyentuh belasan ribu rupiah. tapi begitu tau harganya “hanya” empat ribu, saia cuman bisa melongo sambil merogoh-rogoh saku celana.

empat ribu rupiah saja untuk satu keset. gimana kalo hari itu dia lagi apes? ga ada yang butuh keset, dan dagangannya ga laku. dan kalaupun laku beberapa, cukupkah untuk makannya sehari-hari? apakah dia hidup sendiri, atau adakah orang lain yang menjadi tanggungannya?

 

itu yang terus terngiang di pikiran saia. dengan kondisi yang serba kekurangan, penjual keset ini masi mengandalkan tenaganya untuk berjualan. saia ga tau darimana dia mulai berjualan, saia juga ga tau dia akan berjalan kemana saja. yang jelas, dia berusaha. demi empat ribu rupiah, yang mungkin ga semuanya jadi hak miliknya.

saia ga yakin apakah saia bisa melupakan hari ini. kejadian seperti ini memang bukan kejadian luar biasa, sampai harus saia tuliskan disini. saia juga ga akan mengumpat pada dunia yang ga adil ini. hari ini hanya sepenggal kisah yang ingin saia bagi. hari ini ada kisah antara saia – peminta-minta dan penjual keset. entah temen-temen mau berkaca pada tokoh yang mana : saia , peminta-minta , atau penjual keset ? :D

8 pendapats:

  1. mizzputyi says:

    saia akan berkaca pada kehidupan...hidup ini kejam nak..hehehehe

  1. mayun mahardika says:

    kamu mmm.... hari ini kita diajarkan untuk mensyukuri diri kita dan berusaha dengan kesungguhan jiwa...

  1. QWERTY_LADY says:

    Sy klise...dunno wat to sei...
    tp sy juga mau berbagi,, sy juga sering berada diposisi rani... Bedanya si Penjual keset adalah seorang bapak dosen dalam bemo tua yang sy liad 5 taon lalu dari kaca mobil sahabad sy,, sambil berandai-andai jika itu adalah ayah sy... Almost forget that moment till Rani refresh it up!!! Thx...

  1. ranii says:

    @ mizzputyi : hidup ga kejam kok. persepsi kita lah yang membuatnya terlihat kejam :)

    @ mayun mahardika : dalem pak.....

    @ super_mOm : justru karena klise itu. kadang kita meremehkan hal-hal kecil di sekitar kita, yang justru bisa memberi banyak masukan baik dalam hidup kita. :) semangat! dan semoga kemudian hari nanti bisa ketemu lagi dengan bapak dosen tersebut :)

  1. neesha says:

    Pengemis, peminta-minta, atau apapun istilahnya..
    sampai sekarang pun aku masih ngga' ngerti apa yang ada dalam pikiran mereka, kenapa mereka cuma "nadah" bahkan dijadikan sebagai "profesi"...

    Btw, kayaknya aku juga pernah nulis ttg pengemis ini, klo g salah di Jumat Banget.

  1. Unknown says:

    iya, makanya harus bersyukur dg keberadaan kita. seharusnya mereka lebih diperhatikan pemerintah. gimana caranya agar mereka di beri pekerjaan yg lebih baik.

  1. freesmsc says:

    berkunjung n mohon kunjungan baliknya makasih

  1. Anonymous says:

    bersyukur dan terus bersyukur pokoknya, karena kebahagiaan ada di situ :D

komen..komen..komen..