parameter ke"mayoritas"an
Posted: 04 October 2008 by ranii mahardika in Labels: Hindu, mayoritas, opini, renungan, uneg-uneg“Dari Bali iia ?”
Aku mengangguk pelan .
“Wah , enak iia di Bali , banyak pantai , banyak LIBUR !”
Aku hanya tersenyum ringan .
“Eh , di Bali itu kok ada patung-patung , pohon-pohon besar , batu en banyak benda yang diselimuti kain kotak-kotak hitem putih sih ? trus , dikasih sajen-sajen gitu . kenapa sih ?”
Aku mulai menjelaskan sepanjang pengetahuanku , mulai dari jaman dahulu dimana kami (Orang Bali ,red) masih menganut aliran dinamisme dan animisme ; sampai adanya prinsip Tri Hita Karana (Parahyangan , Palemahan , dan Pawongan ,red) . jadi “perlakuan” yang seperti dia tanya itu adalah salah wujud dari apa yang disebut “Palemahan” alias hubungan manusia dengan lingkungan ; sampai ujung-ujungnya aku menjelaskan “sajen” yang dimaksud itu disebut “canang” dan kain kotak-kotak hitam putih itu dinamai “kain poleng” , dan tetek bengek lainnya yang terkait pertanyaan tadi .
“Eh , sebenarnya tuhannya orang Bali itu Sang Hyang Widhi atau Brahma atau Wisnu atau siapa sih ? kok banyak banget ada tuhan ?”
Lagi-lagi aku berusaha menjawab pertanyaan itu , sambil berusaha mencari kata-kata yang mudah dan berupaya juga untuk mencari contohnya dalam agama lain . aku bilang kalo hanya ada satu tuhan , Hindu adalah agama yang menganut Monoteisme , tuhannya adalah Sang Hyang Widhi . tuhan kami mempunyai berbagai macam fungsi dan dinamai sesuai dengan fungsinya . aku ambil contoh ringan aja , sama seperti seorang manusia , “Bapakmu misalnya” aku bilang gitu . kalo di rumah , bapakmu adalah kepala keluarga , dan beliau dipanggil “Bapak” . kalo di sekolah (Bapaknya seorang guru) beliau dipanggil “Guru” . kebetulan bapaknya dulu pernah menjabat sebagai ketua RT , dan dipanggil “Pak RT” . nah , satu orang saja kan ! tapi punya banyak sebutan sesuai dengan fungsinya di masyarakat .
“Ohh , trus kenapa kalo kalian sembayang harus pake bunga ?”
Hei , aku mulai bingung . temanku ini bertanya karena memang dia ingin tau atau ada seekor udang di balik mahluk seorang manusia *dia , maksudku* . aku ga mau sembarangan menjawab , karena aku pikir setiap kata yang aku ucap pasti akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lainnya . akhirnya aku yang balik bertanya , “Kalo kamu , kenapa kok sembayang pake penutup badan en dialasi gitu ?” dia menjawab dengan semangat , yang aku tangkap intinya adalah “wajib menutup aurat dan karena perintah agama” .
“Nah , dalam ajaran agamaku , Tuhanku tidak pernah mengatur kami untuk berpakaian seperti apa atau harus menggunakan apa untuk bersembayang . Beliau hanya mengisyaratkan sebuah pakaian yang bersih dan suci , untuk dikenakan . nah , mengapa bunga ? sebenarnya ada sebuah ayat dalam kitab suciku yang mengatakan bahwa Tuhanku “mengijinkan” kami menggunakan apa saja untuk “bertemu” denganNya . bunga , air , api , apapun , karena semua itu hanyalah media . hanya sebuah perantara . kami bahkan tidak menggunakan apapun saat melakukan Tri Sandhya .”
Aku menjawab demikian . aku melihat rasa semakin ingin tau dari wajah temanku itu . aku sadar , dari jawabanku malah akan timbul semakin banyak pertanyaan . dan bener aja . dia langsung bertanya tentang Tri Sandhya , tentang kitab suci (kami) , tentang pakaian sembayang *mulai dari pakaian sembayang sampai jenis-jenis pakaian adat yang ada* , tentang rumah khas Bali yang ada banyak gedungnya . ga kelupaan , dia bertanya tentang Ngaben . bertanya lagi dia tentang ritual Potong Gigi , “Kenapa giginya harus dipotong ?” , “Gigi yang mana yang harus dipotong?” , “Kapan harus potong gigi?” , “Berapa kali harus potong gigi?” , “Sakit ga?” . . . . .
Dan untuk pertanyaan yang terakhir aku jawab , “Tunggu iia , nanti aku kabari sakit atau enggaknya . aku belum merasakan , masih AKAN merasakan di bulan Oktober nanti .” (sesi tanya jawab ini dilakukan saat aku masi di Malang , sebulan yang lalu)
^^
Aduuh , susahnya jadi orang Bali [!!!] . apalagi untuk orang-orang perantauan yang kemudian tinggal dan menjadi kaum minoritas *dalam hal ini aku bilang minoritas dalam hal keyakinan beragama iia*
Selalu ada banyak pertanyaan . selalu ada banyak “pandangan miring” . selalu ada saja pertanyaan yang menyudutkan . tidak banyak dari mereka (si penanya ,red) yang berusaha bertanya untuk menambah pengetahuan mereka . kebanyakan pada awalnya mereka bertanya untuk “menghakimi” dan akhirnya mereka hanya manggut-manggut seraya berkata , “Ooooo . . . . Gitu iia ?”
Entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar kenyataannya demikian , tapi mengapa orang-orang itu berpandangan sempit sekali iia ?? kenapa mereka sangat merasa “besar” dan “benar” ?? padahal hakekat beragama adalah hubungan pribadi *sangat pribadi* antara seorang manusia dengan Tuhannya . hubungan yang sifatnya vertikal ini , tidak dapat dinilai oleh sesama mahluk ciptaan TUHAN . sama-sama mahluk ciptaan kok malah saling beranggapan lebih .
Tolong jangan menganggap tulisan ini terlalu serius . tulisan ini bukan sebuah pembelaan , awal perdebatan , penyangkalan , atau penolakan terhadap sesuatu . ingatlah bahwa negara Indonesia adalah sebuah negara Hukum , yang artinya segala sesuatunya diatur oleh undang-undang . Indonesia bukan negara yang menganut ajaran agama tertentu , bukan negara Islam , bukan negara Hindu , bukan negara Kristen , bukan negara Protestan , atau bukan negara Buddha . jadi yang berlaku di Indonesia adalah hukum dan peraturan perundang-undangan , bukan agama . kita memang bukan negara yang menganut sekularisme sehingga segala sesuatunya dilakukan masing-masing . tapi tetap saja , kita ini bukan negara yang berlandaskan agama .
Jikapun ada sebuah agama yang mayoritas di negara ini , haruslah tetap dipahami bahwa bukan mayoritas itu yang menjadi hukum disini . mayoritas tetaplah mayoritas , HANYA mayoritas , BUKAN HUKUM . tapi , di Indonesia berlaku ironi terhadap pemahaman tersebut . hiks hiks hiks hiks
Aku hanya menyesalkan sikap beberapa oknum yang sebenarnya tidak mewakili pihak tertentu tersebut , yang akhirnya membuat masyarakat umum “mengernyitkan dahi” terhadap analogi yang mereka (oknum tersebut) wakili . intinya , ulah oknum itu justru membawa pandangan negatif terhadap apa yang mereka presentatifkan . kasihan apa yang mereka anggap “telah mereka wakilkan” . padahal mereka hanya sebagian kecil dan belum tentu mewakili semua unsur yang ada .
Aku tidak pernah beranggapan bahwa agama yang tercantum dalam KTPku adalah agama yang paling baik . karena yang namanya agama , dinilai baik tidaknya bukan dari anggapan seseorang , sekelompok , atau bahkan sedunia . ini AGAMA , teman-teman . ini adalah sebuah kepercayaan , keyakinan hidup . inilah yang kemudian menuntun hidupmu sampai hidup membawamu kembali pulang .
Ini adalah sesuatu tentang keyakinan yang seharusnya tidak “ditindas” oleh orang lain . untungnya aku pernah dan masih punya kesempatan mencicipi melihat lebih banyak “pemandangan” lain di daerah lain . jadi aku masih bisa melihat banyak hal lainn di belahan dunia lain . perbedaan itu indah , perbedaan itu yang membuat dunia menjadi berwarna . sebuah dominasi yang dominan malah akan menjadi ke-mono-an yang homogen , yang justru menjadikan sesuatu “membosankan” . dalam hal ini , bukan kebosanan yang menjadi dampak dari dominasi mayoritas itu .
Bentrok sosial yang mewarnai pemberitaan Indonesia , adalah dampak dari dominasi tersebut . mau sampai kapan Indonesia akan berkembang tanpa pernah maju ??
Tulisan ini tidak akan mengajak untuk melakukan sesuatu , karena sebuah langkah kecil tidak bisa berasal orang lain . sebuah langkah kecil diawali oleh diri sendiri .